Gubru besar UI Prof. Dr. Sulistyowati Irianto (foto kompas/ist)
IMBCNEWS Jakarta | Guru Besar Universitas Indonesia Sulistyowati Irianto menilai anggaran ketahanan pangan lebih dari Rp954 triliun itu hanya sia-sia, karena faktanya selain terjadi kegagalan panen, juga untuk memenuhi kecukupan pangan nasional seperti produk seperti jagung, kedelai dan beras mayoritas masih impor.
Apa itu artinya, uang yang bersumber dari APBN itu hanya sia-sia. Kasihan rakyat yang membayar pajak tetapi tidak digunakan secara baik dan optimal untuk pemenuhan makan rakyat, kata Prof. Dr. Sulistyowati dalam seminar dengan tema “Ekspedisi Masyarakat Hukum Adat Nusantara” pada Kamis (17/10) di Jakarta.
Menurutnya, awalnya food estate dipusatkan di Kalimantan Tengah, dengan tanaman jagung di atas lahan gambut. Namun ternyata saat panen gagal atau tidak memenuhi target. Saat ini Pemerintahan Joko Widodo yang satu minggu lagi lengser itu, membabat lahan sekitar 23 juta hektar. Jumlah lahan atau hutan yang dibabat itu bukan hanya mengusir masyarakat adat di Papua, tetapi juga akan memperbesar jumlah kebocoran anggaran untuk ketahanan pangan itu.
Seminar yang diselengarakan oleh Pusat Riset Hukum BRIN dan Asosiasi Pengajar Hukum Adat Indonesia (APHA) itu dihadiri oleh sejumlah pembicara seperti Prof. Dr. Laksanto Utomo, dari Univ. Bhayangkara Jakarta, Dr. Rina Yulianti, Universitas Trunojoyo, Dr. Ismail Rumadan, Pusat Riset BRIN dengan moderator Dr. Binov Handitya.
Sulis, panggilan akrabnya menguraikan, Pemerintahan Joko Widodo yang diberi kepercayaan oleh rakyat selama 10 tahun atau dua periode itu dalam membuat kebijakan miskin referensi naskah akademis. Apakah dalam membuat UU No 1 Tahun 2023 tentang KUHP, ataukah ide soal pemenuhan pangan nasional, tidak memaksimalkan penggunaaan naskah akademik secara proporsional.
Olah karenanya, kata Sulis, ia tidak heran jika banyak kebijakan yang di gagas Jokowi banyak mudaratnya, atau paling tidak banyak yang tidak berhasil. Saya sering turun ke lapangan akibat banyaknya kebijakan yang miskin lirerasi atau naskah akademik itu, termasuk dalam merancang Pilkada yang akan dilakukan sebelum ia turun dari kekuasaan sebagai presiden.
Ia mengingatkan presiden yang baru untuk tidak mengulangi kesalahan presiden sebelumnya dalam membuat kebijakan yakni, perlu melibatkan pemangku kepentingan atau stake holder, guna menjadikan kebijakan lebih baik dan bermanfaat bagi rakyat banyak.
Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo mengalokasikan Rp 108,8 triliun dalam mendukung ketahanan pangan nasional untuk pelaksanaan APBN 2024. Salah satu yang akan didorong adalah meningkatkan ketersediaan akses dan kualitas pangan.
Salah satu yang menjadi fokus Jokowi untuk ketahanan pangan adalah pembangunan infrastruktur. Proyek lain yang digeber Jokowi adalah Food Estate yang saat ini tengah menjadi sorotan.
Sementara Dr. Ismail Rumanda menambahkan, para pemimpin negeri ini seolah mengabaikan dengan keberadaan masyarakat adat. Negara ini awalnya belum tersebut sebagai negara Indonesia. Tetapi masyarakat adat sudah ada, kenapa masyarakat adat itu harus tersingkir?
Hal itu, kata Ismail dapat dijawab, negara lebih memihak sekelompok orang minoritas yang mempunyai modal untuk mengeksplotasi hutan, tambang dan lainnya, dengan mengabaikan keberadaan masyarakat adat.
Oleh karenanya, apakah pemerintahan kedepan ini masih akan tunduk kepada kepentingan segelintir orang, mereka harus terlindungi dan kebal hukum, mari kita tunggu. Yang jelas masyarakat Halmahera Maluku, Rempang di Batam tergusur karena daerahnya akan dipakai lahan investasi tambang dan pabrik lainnya.
Ia mengingkan, Di Australia dan Kanada juga ada suku badui atau masyarakat adat namun dua negara yaitu cukup menghargai keberadaannya. “Dua negara itu sangat tinggi terhadap perlindungan adatnya, di Philipna masih lumayan jangan sampai di Indonesia kehilangan indentitas karena abai terhadap masyarakat adat itu,” tegasnya.
imbcnews/diolah .