IMBCNews – Jakarta- HARI Hemofilia Sedunia diperingati setiap 17 April sebagai momen untuk meningkatkan kesadaran publik tentang penyakit langka terkait pembekuan darah tersebut.
“Penanganan pasien hemofilia di tanah air masih belum optimal, “ kata Ketua Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia Dr. dr. Novie Amelia Chozie, Sp.A(K) seperti dilaporkan kompas.com (17/4).
Di Indonesia, penanganan penyakit hemofilia masih menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam hal deteksi dini dan akses pengobatan yang merata.
Hari Hemofilia Sedunia 2025 mengusung tema “Access for All: Women and Girls Bleed Too” menyoroti pentingnya akses diagnosis dan pengobatan yang setara bagi semua penyandang hemofilia, termasuk perempuan dan anak perempuan yang sering kali terabaikan dalam konteks gangguan perdarahan.
“Banyak kasus hemofilia baru terdeteksi setelah pasien mengalami perdarahan berat, yang bisa berujung pada komplikasi serius seperti disabilitas atau bahkan kematian, “ ungkap Dr. Novie.
Saat ini, menurut dia, baru sekitar 11 persen dari total perkiraan pasien hemofilia di Indonesia yang telah terdiagnosis,” jelasnya.
Menurut catatan, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, jumlah penyandang hemofilia semakin meningkat di Indonesia.
Hingga 2021, terdapat 2.425 penyandang hemofilia. Angka ini baru sekitar 10 persen dari estimasi jumlah kasus sesuai dengan jumlah populasi Indonesia, yaitu sekitar 28 ribu orang.
Komplikasi yang muncul
Salah satu komplikasi yang bisa muncul dari hemofilia adalah terbentuknya inhibitor, yaitu antibodi yang menghambat efektivitas terapi faktor pembekuan darah, sehingga pengobatan menjadi lebih sulit.
Tantangan lain yang cukup besar adalah keterbatasan akses terhadap pengobatan yang masih terkonsentrasi di kota-kota besar sehingga pasien di sejumlah daerah sulit mendapatkan terapi yang memadai.
Hemofilia adalah kelainan pembekuan darah bawaan disebabkan oleh kekurangan faktor pembekuan darah. Protein dalam darah ini berperan penting untuk menghentikan perdarahan.
Akibatnya, darah penyandang hemofilia tidak dapat membeku sendiri dengan normal. Kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan otot dan kecacatan.
“Jika mengalami perdarahan, sulit dihentikan, , bahkan penyandang hemofilia berat juga bisa mengalami perdarahan spontan pada sendi, pencernaan, bahkan otak,”
Hemofilia A dan B
Ada dua jenis Hemofilia yakni Hemofilia A disebabkan oleh kekurangan faktor VIII dan hemofilia B disebabkan oleh kekurangan faktor IX.
Hemofilia A merupakan jenis yang paling umum, dan sekitar 70–80 persen pasien memiliki riwayat keluarga dengan kondisi serupa, sementara tingkat keparahannya ditentukan oleh kadar faktor pembekuan darah di tubuh.
Makin rendah kadarnya, makin tinggi risiko perdarahan spontan yang dapat menyebabkan komplikasi serius, “ kata Novie .
Selain hemofilia, ada pula gangguan perdarahan lainnya seperti Von Willebrand Disease (VWD), yaitu kelainan genetik akibat kekurangan faktor von Willebrand.
VWD sering tidak terdiagnosis, terutama pada wanita sehigga pasien VWD kerap datang ke unit gawat darurat dengan gejala seperti menstruasi berlebihan, perdarahan pasca persalinan, dan mudah memar.
Sayangnya, karena rendahnya kesadaran masyarakat, banyak penderita tidak mendapatkan diagnosis maupun pengobatan yang tepat.
Sebagai bentuk peningkatan kesadaran, HMHI meluncurkan ulang situs resminya dengan tampilan baru yang lebih interaktif dan informatif.
Situs ini menyediakan informasi edukatif seputar hemofilia dan gangguan perdarahan lainnya, termasuk kisah inspiratif dari para pasien.
Upaya ini diharapkan bisa meningkatkan pemahaman masyarakat, mendorong deteksi dini, serta memperbaiki tatalaksana bagi para penyintas gangguan perdarahan di Indonesia.