IMBCNews, Karawang | Berkaitan dengan terjadinya gagal panen atau keadaan padi puso, di sebagian sawah yang terdapat di Kecamatan Karawang Barat dan Rawa Merta, memperoleh tanggapan dari Ketua Kelompok Tani (Poktan) Srimukti 2 Desa Panyingkiran Kecamatan Rawamerta Ustadz H Hasan Fudholi. Menurutnya, penyebab utama bukan hanya hama, tetapi juga soal kandungan PH pada tanah sawah yang sangat perlu jadi pehatian semua pihak.
Hasan Fudholi mengatakan, pada saat musim panen sekarang termasuk banyak yang hasil panennya gagal mencapai target. “Masalah utama diserang hama penggerek; Yaitu jenis ulat yang akan menjelma jadi kupu-kupu, juga adanya ada yang sawahnya diserbu tikus,” kata Fudholi melalui VoiceNote yang diterima IMBCNews, Selasa (4/6/2024).
Ada pun hasil panen dari anggota Poktan Srimukti 2 Desa Penyingkiran, ungkap Fudholi, untuk saat ini tanaman padi yang rusak karena gangguan hama tikus atau hama sundep atau penggerek batang padi, perolehannya dalam kisaran 600 kilogram sampai 3 ton per hektar. “Tiga ton itu sudah top karena terkena hama. Tapi kalau yang panen terlihat normal karena hama bisa teratasi, hasil penennya antara 3 sampai 5 ton per hektar. Untuk yang terlihat tanaman normal saja masih jauh dari yang seharusnya bisa mencapai 6 atau 7 ton per hektarnya,” rinci Fudholi.
Dari hasil penen ini, sebut dia, penyebab gagal mencapai target panenan padi, karena tanah persawahannya berkeadaan sakit. “Kebanyakan hamparan tanah pertanian sawah, khususnya di Kecamatan Rawamerta, dapat ditelisik masalah PH yang terkandung dalam tanahnya,” ungkap dia.
Ketua Poktan Srimukti 2 ini menjelaskan, keadaan PH tanah rendah, hanya 4 sampai 4,5. Artinya tanah sudah sakit lantaran jedah waktu antara setelah panen sampai tanam lagi sedikit sekali.
“Hal tersebut juga diperparah, ketika habis panen, petani membakar jerami dan limbah panen di area sawahnya. Maka bisa dibilang juga, bertambahlah sakitnya itu tanah,” papar dia.
Lebih lanjut Fudholi menuturkan, tanah itu juga butuh proses untuk memulihkan kandungan PH. Petani semestinya diberi ilmu mengenai hal ini sehingga lahan sawah tidak dipaksa berproduksi dengan energi pupuk berkandungan kimia.
“Solusi awal, tentunya kami sarankan kepada pemangku kepentingan di bidang pertanian agar melakukan kenaikan PH tanah dari PH 4 sampai 3,5 menjadi 7, atau minimnya PH 6,5,” tutur Fudholi.
Seraya ia mengajak para petani agar sama-sama berusaha menjaga PH lahan secara alami; Tidak hanya mengandalkan pupuk pabrik saja, tapi juga mau memahami masalah PH tanah. “Ini supaya tidak gagal panen lagi,” cetusnya.
Fudholi juga menyampaikan pengalaman, pada tahun lalu Poktan Srimukti 2 mengalami gagal panen, ada sekitar 20 hektaran. Rada beruntungnya poktan dapat klaim Asuransi Jasindo. Itu pun yang dikabulkan asuransi hanya dapat 10 ketar saja, atau 50 persen dari luas lahan poktan yang gagal panen.
Ia menambahkan, per hektarnya dapat uang tanggungan dari asuransi sebesar Rp6 juta. “Klaim anggota poktan sebagai pemegang polis 20 hektar yang mengalami gagal panen. Namun klaim yang dibayar pihak asuransi hanya 10 hektar atau sebesar Rp60 juta saja,” jelas dia.
Sementara di Kelurahan Mekarjati, menurut Fudholi anggota kelompok tani membayar premi tiap musim tanam per hektar Rp36.000. Dalam satu tahun preminya Rp72.000. “Untuk petani gagal panen dapatnya 70 persen sampai 80 persen pertanggungan dari asuransi. Jadi, per hektarnya dapat Rp6 juta,” ungkap Fudoli.
Perlu diketahui, Desa Panyingkiran memiliki luas area darat dan sawah teknis sekitar 116.550 hektar. Untuk area persawahan diperkirakan mencapai 80.000 hektar. Panyingkiran merupakan salah satu dari 12 desa yang masuk wilayah Kecamatan Rawamerta, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Pertanian berbasis sawah teknis merupakan sumber ekonomi andalan bagi masyarakat Desa Panyingkiran. (hhr/asy0406: lpt/lpg)