IMBCNEW Jakarta, Alwi Husen Maola diputus hukuman 6 (enam tahun) gegara menyebarkan vido porno hasil hubungan intem dengan seseorang di wilayah Banten Jawa Barat. Meskipun dinarasikan suka sama suka dari Alwi, tetapi majelis hakim tetap menjatuhkan pidana berat plus pidana tambahan untuk tidak diijinkan membuka internet dalam beberapa tahun kedepannya.
Menurut Keluarga korban penyebaran konten intim tanpa persetujuan atau non-consensual intimates images di Provinsi Banten, seperti dikutip bbcnews di Jakarta, Saptu menyebut vonis enam tahun terhadap terdakwa Alwi Husen Maola “tidak setimpal dengan penderitaan korban karena membekas seumur hidup”.
Kakak korban, Iman Zanatul Haeri, mengatakan pihaknya bakal membuat laporan baru ke kepolisian yang menjerat pelaku dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Namun demikian, Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, menilai putusan hakim PN Pandeglang ini menjadi “terobosan hukum karena jarang berupa pencabutan hak akses internet”.
Kekerasan online: Korban revenge porn dimaki, dicekik, hingga konten intim disebar – ‘Saya berkali-kali mencoba bunuh diri’
Iman Zanatul Haeri, kakak korban penyebaran konten intim tanpa persetujuan di Pandeglang, Banten, mengatakan hukuman maksimal yang dijatuhkan majelis hakim PN Pandeglang pada Kamis (13/07) kemarin adalah “keberhasilan dari kekuatan viral media sosial bukan karena sistem hukum Indonesia”.
Musababnya, selama delapan bulan mendampingi adiknya menjalani proses pemeriksaan, penyelidikan, hingga persidangan, pihak dari kejaksaan dan pengadilan tidak berpihak pada korban.
“Kalau boleh berpendapat, itu [tuntutan maksimal] gara-gara viral. Karena saya viralkan sehari sebelum sidang putusan yang seharusnya 27 Juni 2023,” ucap Iman kepada pers asing jumat. Kasus pemerkosaan dan penyebaran konten yang menimpa IAK mendapat perhatian warganet di media sosial Twitter setelah Iman membuat rangkaian cuitan pada 26 Juni 2023.
Ia bercerita, keputusan mempublikasikan peristiwa yang terjadi pada adiknya itu “bukan hal yang menyenangkan” karena pasti berdampak secara psikologis pada adiknya sebagai korban.
Tapi di sisi lain, Iman merasa tak ada pilihan selain memviralkan kasus tersebut agar mendapat keadilan.
“Dalam proses hukum yang normal tanpa viral, hasilnya mungkin tidak akan sebaik ini dan kami dari keluarga menanggung risiko memviralkan ini.”
Apa yang terjadi pada korban?
Di rangkaian cuitan yang dibuatnya, Iman berkata ancaman pelaku bakal menyebarkan video pemerkosaan itu sudah berlangsung selama tiga tahun. Selama itu sang adik, katanya, “bertahan penuh siksaan”.
Hingga pada 14 Desember 2022, adik laki-lakinya menerima pesan pribadi dari akun Instagram tak dikenal berisi video asusila korban yang sedang tidak sadarkan diri.
Dalam kondisi tertekan dan menangis histeria, kata Iman, adik perempuannya menceritakan semuanya. Di situ keluarga meyakinkan korban untuk melapor ke polisi.
Setelah melewati proses penyidikan yang panjang, pada 21 Februari 2023 pelaku ditahan. Adapun keluarganya, sambung Iman, mendapat banyak tekanan.
Tapi yang membuat keluarganya tidak mundur, ucapnya, adalah bukti-bukti kekerasan yang dilakukan pelaku serta pesan elektronik berisi ancaman akan mengirimkan video itu.
“Adik kami dipukul, ditonjok, dijambak, dan terbentur tangga saat ditarik paksa oleh pelaku.”
“Pelaku bahkan berkali-kali berniat membunuh adik kami dengan menghunuskan pisau ke leher adik kami dan menyuruh adik kami bunuh diri.”
“Pelaku memaksa menjadi pacar adik kami dengan ancaman video.”
Berdasarkan laporan singkat hasil konseling psikologis pada 10 Januari 2023, ujar Iwan, sang adik mengalami gangguan kecemasan dan gangguan stress pascatrauma.
Di bagian terakhir, dia memaparkan kejanggalam proses hukum adiknya. Pelaku yakni Alwi Husaeni Maolana dijerat pasal 45 ayat 1 jo pasal 27 ayat 1 UU Informasi Transaksi Elektroik (ITE) tentang kesusilaan dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Saat proses persidangan, menurut Iwan, ada banyak kejanggalan. Kala sidang perdana berlangsung, pihak keluarga korban dan kuasa hukum tidak mendapat informasi soal jadwal sidang.
Informasi baru diperoleh ketika sidang kedua saat korban dipanggil sebagai saksi. “Jadi tidak ada satupun dari pihak korban mengetahui dakwaan terhadap pelaku,” cuit Iwan.
Kemudian pada sidang kedua 6 Juni 2023, sambungnya, ia bersama korban dipanggil jaksa penuntut ke ruang pribadi. Di sana, klaim Iman, jaksa tersebut berkali-kali menggiring adiknya agar memaafkan pelaku dan mengikhlaskan kasusnya.
imbcnews/diolah