Ada hal menarik untuk diurai sebagai refleksi bagi insan pegiat dalam pengupayaan regenerasi sektor pertanian, karena terdapati kesenjangan pada senior-yunior petani. Rifki Habibi, Duta Petani Muda Indonesia mengaku telah menemukan celah yang memungkinkan untuk meminimalisasi kesenjangan senior-yunior petani pada masa-masa mendatang. –Wawancara Khusus–
IMBCNews, Jakarta | Geliat pembahasan sektor pertanian tak sekadar mengejar untuk swasembada dalam program ketahanan pangan nasional, sebagaimana diharap Presiden RI Prabowo Subianto. Sekali pun optimistis pencapaian swasembada tidak boleh pudar, akan tetapi permasalahan yang terletak pada regenasi petani masih menjadi pekerjaan yang tidak cukup hanya diklik dari rumah atau kantor saja.
Realitas nyata di lahan-lahan pertanian masih sangat perlu dihadapi dengan aksi-aksi heroik, dengan menjadikan petani Indonesia sebagai pahlawan pada keswasembadaan pangan. Pasalnya, sangat tidak layak kiranya, manakala ketahanan pangan didatangkan dari impor ke impor yang membuat petani dalam negeri tetap pada situasi kekurangan, akibat sentuhan fasilitas terkait investasi mau pun manajemen pertanian ajeg di tataran yang cenderung minus.
“Banyak petani senior yang telah puluhan tahun menekuni pertanian, nyaris kehilangan kebanggaan. Bahkan, jika si petani senior punya anak gadis dilamar oleh pria berlatar pekerjaan sebagai petani misalnya, ada kemungkinan jadi bahan cemooh. Tentu saja situasi begini sangat menyedihkan,” ungkap Duta Petani Muda Indonesia Rifki Habibi, dicelah acara hari jadi Taiwan Technical Mission (TTM) ke-48, di Jakarta, Senin 25 November 2024.
Asyaro G Kahean dari IMBCNews mencoba membedah melalui bincang-bincang dengan Habibi, sebagai berikut:
<> Sebagai Duta Petani Muda Indonesia, tentu anda memiliki optimisme untuk mengubah cara pandang, bahwa sesungguhnya bertani itu merupakan jenis pekerjaan berkatagori mulia. Bagaimana menurut anda?
Habibi: Pastinya pikiran saya selalu menempatkan petani sebagai orang yang penuh kemuliaan. Hanya saja, dengan berkelindannya era industrialisasi dewasa ini, telah mengubah pikiran banyak orang termasuk sebagian petani. Padahal kemuliaan bertani itu tidak mungkin ditukar dengan status karyawan pabrik atau jabatan yang lebih tinggi dari itu.
<> Lantas, bangaimana pandangan anda lebih lanjut? Sedangkan kita tahu bahwa generasi muda saat ini cenderung memilih menjadi karyawan industry dari pada bertani seperti orang tuanya.
Habibi: Tentu saja saya berusaha untuk tetap bangga menjadi petani. Dengan demikian saya akan terus berusaha memberikan motivasi kepada teman-teman untuk menjadi petani modern, petani yang melek teknologi, petani yang tidak grogi ketika harus memakai jas dan bicara di forum-forum ilmiah atau semi ilmiah; Karena petani modern memang harus selalu giat belajar untuk menemukan cara meningkatkan produksi pertanian, merawat tanaman, hingga berkemampuan juga memasarkan hasil taninya.
<> Informasi yang saya peroleh, anda pernah berkunjung ke beberapa lahan pertanian yang ada di Taiwan. Nah, bagaimana soal proses regenerasi petani di sana?
Habibi: Kalau untuk regenerasi petani senior kepada yunior, sepertinya masih ada kesamaan dengan di Indonesia. Mereka kesulitan juga. Ada pun yang sangat membedakan mengenai teknologi pertaniannya. Selain itu, adanya kebijakan pemerintah dalam mengolah lahan pertanian yang searah net-zero atau emisi nol. Selain itu ada juga kebijakan tentang lahan pertanian yang hanya dibolehkan memakai pupuk organik saja, dan ada pula yang hanya dibolehkan pakai pupuk anorganik. Dengan kebijakan tersebut telah membuat sektor pertanian di Taiwan sangat menjanjikan.
<> Coba lebih dijelaskan tentang teknologi pertaian dan pola kerja pengolahan lahan pertanian di Taiwan.
Habibi: Kebetulan saya ke Taiwan saat itu diundang beserta petani muda dari 26 negara. Programnya bukan trainer farmers, melainkan untuk mendalami tentang kebijakan pertaniannya. Sepengetahuan saya, pola kerja teknologi pertanian sepertinya dilaksanakan perusahaan jasa; Mulai dari pengolahan lahan, perawatan tanaman, hingga hasil panennya langsung dibeli juga. Maka itu, petani atau pemilik lahan pertanian di sana relatif lebih diutungkan. Bukan saja karena system pertanian yang dimodernisasi dengan teknologi, tetapi juga didukung oleh kebijakan dari pemerintahnya. (asyaro gk: lpt/lpg)